Nazli: Zola Harus Dapatkan Kepercayaan Publik


Detikjambi.com-Provinsi Jambi- menurut pengamat politik provinsi Jàmbi Nazli mengatakan ,Zumi Zola muncul sebagai figur politik muda setelah sukses di dunia hiburan, dengan latar belakang keluarga politik (putra gubernur dua periode) memberi modal sosial dan legitimasi yang kuat. 

Ia terpilih Bupati Tanjung Jabung Timur tahun 2011, dan kemudian Gubernur Jambi 2016-2021

2. Terjerat kasus korupsi;

Zola terbukti menerima gratifikasi dan memberi suap kepada anggota DPRD Jambi terkait pengesahan RAPBD. 

Pada Desember 2018, ia divonis 6 tahun penjara plus denda, serta dicabut hak politiknya selama lebih kurang 4 tahun

 Dan sekarang dia sudah bebas . 

Ia menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin dan kemudian bebas bersyarat pada sekitar September 2022, setelah menjalani sebagian masa hukuman. 

Baru-baru ini, muncul kembali dalam agenda sosial di PAN (bagi sembako), kehadirannya memicu spekulasi bahwa ia mencoba “kembali” ke panggung politik. 

KPK juga masih memanggilnya sebagai saksi dalam beberapa pengembangan kasus terkait RAPBD Jambi. 

Berdasarkan perjalanan tersebut, beberapa aspek yang perlu dicermati:

1. Legitimasi moral dan kepercayaan publik;

• Kasus korupsi berat yang melibatkan Zola sangat merusak legitimasi moralnya sebagai pemimpin. Masyarakat biasanya akan punya keraguan besar terhadap komitmennya terhadap integritas.

• Pembebasan bersyarat atau bebasnya seseorang secara hukum tidak otomatis membuat masyarakat lupa atau maaf atas pelanggaran masa lalu. Ada gap besar antara status hukum dan status moral/politik di mata publik.

2. Nilai konsekuensi hukum dan politik;

• Vonis, pencabutan hak politik lima tahun, dan bekas korupsi itu bukan hanya “catatan hitam” — itu konsekuensi yang secara hukum membatasi aksesnya ke jabatan publik dalam periode tertentu. 

• Namun pembatasan itu bersifat sementara. Jika telah lewat masa pencabutan hak politik, maka secara formal ada ruang untuk kembali. Tapi formalitas belum tentu menghapus trauma atau ketidakpercayaan publik.

3. Manuver comeback, antara niat dan kenyataan politik;

• Membagi-sembako sebagai kegiatan sosial bisa jadi instrumen untuk membangun citra dan jaringan politik kembali. Tapi itu jauh dari bukti bahwa akan ada pencalonan atau dukungan partai serta basis massa.

• Partai politik dan elite lokal pasti mempertimbangkan risiko reputasi jika mendukung seseorang dengan catatan korupsi. Banyak factor: apakah publik sudah memaafkan? Apakah lawan politik akan menggunakan masa lalunya sebagai bahan serangan? Apakah media dan masyarakat lokal akan memberi ruang?

4. Ketidakjelasan regulasi dan implementasi;

• Regulasi yang mencabut hak politik memang ada, tapi bagaimana implementasinya di tingkat partai dan pemilu, serta pengawasan publik, menjadi kunci.

• Belum jelas apakah ada mekanisme pengawasan internal partai atau sumber daya moral publik di Jambi yang menghalangi comeback semata-mata sebagai formalitas.


Zumi Zola adalah contoh nyata bahwa karier politik tidak hanya dibangun oleh popularitas dan akses awal, tetapi oleh integritas. Penjara dan putusan korupsi bukan sekadar catatan di lembaran masa lalu: ia adalah bekas luka yang terus dilihat oleh publik. Keinginan untuk “comeback” bukan salah jika niatnya sungguh untuk melayani, tapi ketika niat itu hanya untuk kembali ke kekuasaan, tanpa pertanggungjawaban moral yang jelas, maka itu bukan pulih, itu pengulangan.

Masyarakat Jambi (dan Indonesia) harus jeli: bukan hanya siapa yang kembali, tetapi bagaimana mereka membuktikan bahwa telah berubah. Musuh terbesar comeback semacam ini bukanlah lawan politik, melainkan lupa publik dan standar etika yang dibiarkan longgar. Jika kita membiarkan politisi yang sudah terbukti korup kembali ke panggung publik tanpa rekonsiliasi moral, yaitu permintaan maaf yang tulus, keterbukaan soal kesalahan, dan sikap nyata memperbaiki, kita merendahkan kembali nilai integritas dan keadilan yang harusnya menjadi fondasi demokrasi.

Jadi, jika Zola benar-benar ingin kembali, ayo lihat dulu: apakah ia datang bukan hanya dengan sembako dan senyum, tapi dengan rekam jejak yang transparan, pertanggungjawaban yang eksplisit, dan keberanian menerima konsekuensi moral dari masa lalunya. Kalau tidak, comeback itu akan jadi gonjang-ganjing politik yang hanya memanfaatkan nostalgia, bukan jalan perubahan.(red)

Belum ada Komentar untuk "Nazli: Zola Harus Dapatkan Kepercayaan Publik"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel